Sedekah Beda Arah - Islamiyah


Niat sedekah dapat tersesat karena cara dan proses penggalangan donasi yang salah arah. Meskipun dalam pesan tertulis ‘mohon sumbangan seikhlasnya’, namun kenyataannya usaha atau pesan selanjutnya bahkan mengandung potensi mengganggu bahkan menghilangkan niat ikhlas donatur. 

Calon donatur yang berniat menyumbang sejumlah dana, akan terpengaruh dengan daftar list donatur berikut jumlah donasi mereka. Misalnya, ada seorang berniat untuk berkontribusi sebesar 50K, ia akan berfikir ulang jika melihat banyak orang berkontribusi di atas 100K. Jika orang tersebut merubah donasi menjadi 100K, dapat kita fikirkan kenaikan itu murni dari niat awalnya, atau motivasi dari list nominal donatur yang diumumkan tadi. Jika motivasinya adalah karena ‘tidak enak’ karena berkontribusi di bawah standar, maka pengumunan daftar donatur tersebut telah mengganggu bahkan merusak kemurnian niat. Belum lagi jika tertulis identitas donatur, tidak hanya yang belum menyumbang, yang sudah pun akan terusik. 

Seorang teman mem-forward sebuah pesan WA, tampaknya dari group sebuah komunitas, tentang pengumpulan donasi, di sana tertulis kurang lebih “...yang berdonasi tidak ada separo dari jumlah kita…”. Pesan ini secara tidak langsung memberikan kesan intimidatif dari sebuah sumbangan yang sebenarnya ‘seikhlasnya’ atau ‘sukarela’, yang berarti siapa yang berminat dan ada kelebihan dana dapat ikut berkontribusi. Namun, dari pesan yang ditulis seakan sumbangan yang awalnya sukarela itu diukur dengan jumlah anggota komunitas, dengan kata lain sang pembawa pesan ber-espektasi lebih dari setengah anggota ikut berkontribusi. Menggunakan referensi jumlah anggota adalah sangat wajar jika digunakan untuk iuran yang sifatnya wajib bagi seluruh anggota, namun menjadi kurang pas apabila untuk sumbangan sukarela. Akibatnya, pesan tersebut akan mengundang para donatur yang takut dikucilkan dari komunitas gara-gara sumbangan sukarela ini. Konsekuensinya, donasi yang terkumpul dengan motivasi seperti ini akan luntur nilai keikhlasannya, bahkan donatur menjadi tersesat niat, sia-sia dan tak berpahala.

Tidak hanya itu, lanjutan WA-nya menyebutkan “donasi akan dilaporkan kepada pihak --- dan ---”. Pesan ini menggangu, mengaburkan, bahkan merubah kepada siapa niat sedekah hakikatnya ditujukan. Bisa jadi, yang bersedekah, setelah membaca pesan tersebut, terbesit dalam hati, berdesedekah karena seseorang, bukan lillahi ta’ala. Artinya, sedekah yang seharusnya didasari kesadaran niat pengabdian kepada Allah subhanallahu wata’ala, teralihkan menjadi kepada makhluk. Pesan seperti ini jelas menguntungkan pihak yang mengumpulkan uang, tapi keikhlasan donatur menjadi kabur. 

Akhir penggalan WA itu, paling meresahkan, tertulis “malu donk kalau dibilang --- (kita) banyak yang fakir miskin”. Pesan ini secara tidak langsung ingin menyampaikan sedikitnya dua hal: pertama, hal ini terkesan kurang menimbang perasaan anggota lainnya yang mungkin sedang dalam keadaan ekonomi pas-pasan, bahkan untuk membayar iuran sekolah, yang wajib, tidak sedikit yang berjuang dan bingung ‘gali lubang tutup lubang’, sehingga belum dapat berkontribusi. Kedua, kalimat itu berpotensi membangun citra buruk pihak penerima donasi, dan melabeli pihak penerima sebagaimana yang ditulis. Tentunya, pihak pemberi maupun pihak penerima perlu dijaga perasaannya, terutama rasa ikhlas memberi dan rasa pantas menerima. 

Fundraising di luar Islam, tujuan utamanya adalah jumlah uang, sedangkan dalam Islam pengumpulan sedekah bertujuan membantu donatur beribadah melalui sedekah dan menyalurkan hak penerima. Keduanya perlu dilindungi, donatur dirawat niat ikhlasnya, dan penerima dijaga martabatnya, keduanya syarat sedekah diterima. WallahuA’lam. 


London, 26 Jumada Tsani 1444/18 January 2023

Royyan R Djayusman

Komentar

Postingan Populer